Senin, 04 Januari 2016

laporan anfisman sistem respirasi

    Tujuan Percobaan
    Menjelaskan peranan sistem respirasi dalam mempertahankan homeostasis tubuh.
    Menjelaskan peran organ-organ yang terlibat dalam sistem respirasi.
    Menerapkan cara sederhana dalam mendeteksi adanya kelainan dalam sistem respirasi.

    Teori Dasar
Sistem pernapasan atau sistem respirasi adalah sistem organ yang digunakan untuk pertukaran gas. Sistem pernapasan umumnya termasuk saluran yang digunakan untuk membawa udara ke dalam paru-paru di mana terjadi pertukaran gas. Diafragma menarik udara masuk dan juga mengeluarkannya. Berbagai variasi sistem pernapasan ditemukan pada berbagai jenis makhluk hidup (Lehninger, 1982).
Struktur pernapasan pada manusia
    Rongga Hidung (Cavum Nasalis), Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis). Rongga hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing yang masuk lewat saluran pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal yang berfungsi menyaring partikel kotoran yang masuk bersama udara. Juga terdapat konka yang mempunyai banyak kapiler darah yang berfungsi menghangatkan udara yang masuk (Lehninger, 1982).
    Faring, Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan percabangan 2 saluran, yaitu saluran pernapasan (nasofarings) pada bagian depan dan saluran pencernaan (orofarings) pada bagian belakang. Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat terletaknya pita suara (pita vocalis). Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar sebagai suara. Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan masuk ke saluran pernapasan karena saluran pernapasan pada saat tersebut sedang terbuka. Walaupun demikian, saraf kita akan mengatur agar peristiwa menelan, bernafas, dan berbicara tidak terjadi bersamaan sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan (Lehninger, 1982).
     Laring, Dari faring, udara pernapasan akan menuju pangkal tenggorokan atau disebut juga laring. Laring tersusun atas kepingan tulang rawan yang membentuk jakun. Jakun tersebut tersusun oleh tulang lidah, katup tulang rawan, perisai tulang rawan, piala tulang rawan, dan gelang tulang rawan. Pangkal tenggorokan dapat ditutup oleh katup pangkal tenggorokan (epiglotis). Jika udara menuju tenggorokan, anak tekak melipat ke bawah, dan ketemu dengan katup pangkal tenggorokan sehingga membuka jalan udara ke tenggorokan. Saat menelan makanan, katup tersebut menutupi pangkal tenggorokan dan saat bernapas katup tersebut akan membuka. Pada pangkal tenggorokan terdapat pita suara yang bergetar bila ada udara melaluinya. Misalnya saat kita berbicara (Lehninger, 1982).
    Tenggorokan (Trakea), Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak sebagian di leher dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga bersilia. Silia-silia ini berfungsi menyaring benda-benda asing yang masuk ke saluran pernapasan (Lehninger, 1982).
     Bronkus, Bronkus tersusun atas percabangan, yaitu bronkus kanan dan kiri. Letak bronkus kanan dan kiri agak berbeda. Bronkus kanan lebih vertikal dari pada kiri. Karena strukturnya ini, sehingga bronkus kanan akan mudah kemasukan benda asing. Itulah sebabnya paru-paru kanan seseorang lebih mudah terserang penyakit bronkhitis. Pada seseorang yang menderita asma bagian otot-otot bronkus ini berkontraksi sehingga akan menyempit. Hal ini dilakukan untuk mencegah masuknya lebih banyak benda asing yang menimbulkan reaksi alergi. Akibatnya penderita akan mengalami sesak napas. Sedangkan pada penderita bronkitis, bagian bronkus ini akan tersumbat oleh lendir. Bronkus kemudian bercabang lagi sebanyak 20–25 kali percabangan membentuk bronkiolus. Pada ujung bronkiolus inilah tersusun alveolus yang berbentuk seperti buah anggur (Lehninger, 1982).
     Cabang-cabang Tenggorokan (Bronki), Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea, hanya tulang rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkus yang lebih besar cincin tulang rawannya melingkari lumen dengan sempurna. Bronkus bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus (Lehninger, 1982).
     Paru-paru (Pulmo), Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat. Paru-paru ada dua bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri (pulmo sinister) yang terdiri atas 2 lobus. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput bagian dalam yang langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura dalam (pleura visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan tulang rusuk disebut pleura luar (pleura parietalis). Antara selaput luar dan selaput dalam terdapat rongga berisi cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas paru-paru. Cairan pleura berasal dari plasma darah yang masuk secara eksudasi. Dinding rongga pleura bersifat permeabel terhadap air dan zat-zat lain. Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan pembuluh darah. Paru-paru berstruktur seperti spon yang elastis dengan daerah permukaan dalam yang sangat lebar untuk pertukaran gas. Di dalam paru-paru, bronkiolus bercabang-cabang halus dengan diameter ± 1 mm, dindingnya makin menipis jika dibanding dengan bronkus. Bronkiolus tidak mempunyi tulang rawan, tetapi rongganya masih mempunyai silia dan di bagian ujung mempunyai epitelium berbentuk kubus bersilia. Pada bagian distal kemungkinan tidak bersilia. Bronkiolus berakhir pada gugus kantung udara (alveolus). Alveolus terdapat pada ujung akhir bronkiolus berupa kantong kecil yang salah satu sisinya terbuka sehingga menyerupai busa atau mirip sarang tawon. Oleh karena alveolus berselaput tipis dan di situ banyak bermuara kapiler darah maka memungkinkan terjadinya difusi gas pernapasan (Lehninger, 1982).

Mekanisme Pernapasan   
             Pernapasan adalah suatu proses yang terjadi secara otomatis walau dalam keadaan tertidur meskipun sistem pernapasan dipengaruhi oleh susunan saraf otonom. Menurut tempat terjadinya pertukaran gas maka pernapasan dapat dibedakan atas 2 jenis, yaitu pernapasan luar dan pernapasan dalam. Pernapasan luar adalah pertukaran udara yang terjadi antara udara dalam alveolus dengan darah dalam kapiler, sedangkan pernapasan dalam adalah pernapasan yang terjadi antara darah dalam kapiler dengan sel-sel tubuh (D.A. Pratiwi, 1997).


           Masuk keluarnya udara dalam paru-paru dipengaruhi oleh perbedaan tekanan udara dalam rongga dada dengan tekanan udara di luar tubuh. Jika tekanan di luar rongga dada lebih kecil maka udara akan masuk. Sebaliknya, apabila tekanan dalam rongga dada lebih besar maka udara akan keluar.
Sehubungan dengan organ yang terlibat dalam pemasukkan udara (inspirasi) dan pengeluaran udara (ekspirasi) maka mekanisme pernapasan dibedakan atas dua macam, yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut. Pernapasan dada dan perut terjadi secara bersamaan (D.A. Pratiwi, 1997).   
a. Pernapasan Dada   
Pernapasan dada adalah pernapasan yang melibatkan otot antar tulang rusuk. Mekanismenya dapat dibedakan sebagai berikut :   
• Fase inspirasi. Fase ini berupa berkontraksinya otot antar tulang rusuk sehingga    rongga dada membesar, akibatnya tekanan dalam rongga dada menjadi lebih kecil daripada tekanan di luar sehingga udara luar yang kaya oksigen masuk.
• Fase ekspirasi. Fase ini merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot antara tulang rusuk ke posisi semula yang dikuti oleh turunnya tulang rusuk sehingga rongga dada menjadi kecil. Sebagai akibatnya, tekanan di dalam rongga dada menjadi lebih besar daripada tekanan luar, sehingga udara dalam rongga dada yang kaya karbon dioksida keluar (D.A. Pratiwi, 1997).   
b. Pernapasan Perut   
Pernapasan perut merupakan pernapasan yang mekanismenya melibatkan aktifitas otot-otot diafragma yang membatasi rongga perut dan rongga dada. Mekanisme pernapasan perut dapat dibedakan menjadi dua tahap yakni sebagai berikut :   
• Fase Inspirasi. Pada fase ini otot diafragma berkontraksi sehingga diafragma mendatar, akibatnya rongga dada membesar dan tekanan menjadi kecil sehingga udara luar masuk.   
• Fase Ekspirasi. Fase ekspirasi merupakan fase berelaksasinya otot diafragma (kembali ke posisi semula, mengembang) sehingga rongga dada mengecil dan tekanan menjadi lebih besar, akibatnya udara keluar dari paru-paru (D.A. Pratiwi, 1997).


Volume udara pernafasan   
Dalam keadaan normal, volume udara paru-paru manusia mencapai 4500 cc. Udara ini dikenal sebagai kapasitas total udara pernafasan manusia. Walaupun demikian, kapasitas vital udara yang digunakan dalam proses pernafasan mencapai 3500 cc, yang 1000 cc merupakan sisa udara yang tidak dapat digunakan tetapi senantiasa mengisi bagian paru-paru sebagai residu atau udara sisa. Kapasitas vital adalah jumlah udara maksimum yang dapat dikeluarkan seseorang setelah mengisi paru-parunya secara maksimum. Dalam keadaan normal, kegiatan inspirasi dan ekspirasi atau menghirup dan menghembuskan udara dalam bernafas hanya menggunakan sekitar 500 cc volume udara pernafasan (kapasitas tidal = ± 500 cc). Kapasitas tidal adalah jumlah udara yang keluar masuk paru-paru pada pernafasan normal. Dari 500 cc udara inspirasi/ekspirasi biasa, hanya sekitar 350 cc udara yang mencapai alveolus, sedangkan sisanya mengisi saluran pernapasan (D.A. Pratiwi, 1997).

     Spirometer adalah salah satu metode sederhana yang dapat digunakan untuk mempelajari ventilasi paru, yaitu dengan mencatat volume udara yang masuk dan keluar paru. Spirometer terdiri dari sebuah drum yang dibalikkan di atas bak air dan diimbangi oleh suatu beban. Di dalam drum terdapat gas untuk bernapas, biasanya udara atau oksigen. Terdapat sebuah pipa yang menghubungkan mulut dengan ruang gas. Bila seseorang bernapas melalui pipa tersebut, drum akan naik turun dan terjadi perekaman yang sesuai pada gulungan kertas yang berputar.

Gambar 1. Spirometer
www.google.co.id


Gambar 2. Peristiwa Pernapasan Selama Bernapas Normal, Inspirasi Maksimal, dan Ekspirasi Maksimal
www.google.co.id


Volume Paru
    Volume tidal (VT) adalah volume udara yang diinspirasi atau diekspirasi setiap kali bernapas normal, besarnya  ± 500 mililiter.
    Volume cadangan inspirasi (IRV) adalah volume udara ekstra yang dapat diinspirasi setelah dan di atas volume tidal normal bila dilakukan inspirasi kuat dengan kontraksi maksimal dari diafragma, m. intercostalis externi, dan otot inspirasi aksesori, besarnya 3100 mL untuk pria, dan 1900 mL untuk wanita
    Volume cadangan ekspirasi (ERV) adalah volume udara ekstra maksimal yang dapat diekspirasi melalui ekspirasi kuat pada akhir ekspirasi tidak normal. Besarnya 1200 mL untuk pria dan 700 mL untuk wanita.
    Volume residu (RV) yaitu volume udara yang masih tetap berada di paru setelah ekspirasi paling kuat; volume ini besarnya kira-kira 1200 mililiter. Volume residu tidak dapat diukur dengan spirometer karena volume udaranya tidak masuk maupun keluar dari paru.
Kapasitas Paru
    Kapasitas inspirasi (IC) sama dengan volume tidal ditambah volume cadangan inspirasi. Ini adalah jumlah udara (kira-kira) 3500 mililiter yang dapat dihirup oleh seseorang, dimulai pada tingkat ekspirasi normal dan pengembangan paru sampai jumlah maksimum.
    Kapasitas residu fungsional (FRC) sama dengan volume cadangan ekspirasi ditambah volume residu. Ini adalah jumlah udara yang tersisa dalam paru pada akhir ekspirasi normal (kira-kira 2300 mililiter).
    Kapasitas vital (VC) sama dengan volume cadangan inspirasi ditambah volume tidal dan volume cadangan ekspirasi. Ini adalah jumlah udara maksimum yang dapat dikeluarkan seseorang dari paru setelah terlebih dahulu mengisi paru secara maksimum dan kemudian mengeluarkan sebanyak-banyaknya untu pria 4800 mL sedangkan untuk wanita 3100 mL.. Nilai ini memberikan informasi yang berguna mengenai kekuatan otot-otot pernapasan dan aspek fungsi paru lainnya.
    Kapasitas paru total (TLC) adalah volume maksimum yang dapat mengembangkan paru sebesar mungkin dengan inspirasi sekuat mungkin (kira-kira 5800 mililiter); jumlah ini sama dengan kapasitas vital ditambah volume residu.
(Irman Somantri, 2007)
Faktor yang mempengaruhi frekuensi pernapasan manusia, diantaranya:
    Faktor fisik seperti umur, jenis kelamin, suhu tubuh, posisi tubuh, dan aktivitas tubuh
    Umur
Frekuensi pernapasan yang dilakukan pada anak-anak berbeda denagn frekuensi pernapasan yang dilakukan orang dewasa. Umumnya, frekuensi pernapasan yang terjadi pada anak-anak lebih banyak. Pada orang dewasa, frekuensi pernapasan menjadi lebih lambat dikarenakan aktivitas sel-sel di dalam tubuh mengalami penurunan.
    Jenis kelamin
Pada umumnya dalam keadaan normal, frekuensi pernapasan pada laki-laki lebih banyak daripada perempuan. Hal ini terjadi karena laki-laki cenderung membutuhkan energi yang lebih banyak daripada perempuan sehingga oksigen yang diperlukan pun menjadi semakin banyak.

    Suhu Tubuh
Suhu tubuh mempunyai hubungan yang erat dengan pernapasan. Semakin tinggi suhu tubuh seseorang maka dia akan membutuhkan energi yang lebih banyak sehingga kebutuhan akan oksigen pun akan meningkat. Oleh karena itu, frekuensi pernapasan pun akan lebih sering dilakukan.
    Posisi Tubuh
Posisi tubuh ternyata mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap frekuensi pernapasan. Seseorang yang sedang berdiri, frekuensi pernapasannya akan lebih sering terjadi daripada seseorang yang posisi tubuhnya sedang berbaring. Pada saat kita berdiri aktivitas otot di dalam tubuh akan lebih sering mengalami kontraksi sehingga oksigen yang dibutuhkan untuk proses oksidasi di dalm tubuh menjadi lebih banyak, hal ini mengakibatkan frekuensi inspirasi dan ekspirasi menjadi lebih sering dilakukan. Sementara itu pada saat berbaring, otot-otot dalam tubuh cenderung erelaksasi sehingga kebutuhan akan oksigen pun tak sebanyak pada saat kita berdiri.

    Aktivitas Tubuh
Seseorang yang memiliki aktivitas tubuh cukup tinggi seperti seorang petani atau atlet, frekuensi pernapasannya akan lebih tinggi daripada seorang sekretaris yang cenderung melakukan aktivitas pekerjaanya dengan duduk. Hal ini disebabkan energi yang diperlukan oleh seorang petani atau atlet lebih banyak jika dibandingkan oleh seseorang yang beraktivitas denagn cara duduk.

    Faktor Psikologi seperti emosi, kejiwaan, perasaan, energi dan aura, dan kestabilan rohani.
    Emosi
Emosi seseorang berpengaruh pada tinggi rendahnya pernapasan seseorang. seseorang yang sedang emosi seperti marah, frekuensi pernapasannya akan cenderung tinggi dibandingkan seseorang yang kondisi emosinya stabil atau normal.
    Perasaan
Perasaan takut pada seseorang akan mempercepat frekuensi pernapasannya, hal ini disebabkan aktivitas denyut jantung yang meningkat sehingga tubuh memerlukan asupan energi yang lebih banyak.
    Kejiwaan
Kejiwaan berkaitan erat dengan sifat atau karakter seseorang. Seseorang yang mempunyai jiwa periang cenderung mempunyai aktivitas yang lebih aktif dibandingkan dengan seseorang yang pemalu. Dengan demikian frekuensi pernapasan pada orang yang periang cenderung akan lebih tinggi dibanding dengan orang yang pemalu.
    Kestabilan Rohani
Seseorang yang mempunyaipemahaman yang baik terhadap ilmu agam, kondisi rohaninya cenderung akan lebih baik, hati mereka akan diliputi rasa tenang dan tenteram sehingga jauh dari rasa cemas dan khawatir yang berlebihan.
(Irman Somantri, 2007)





    Alat dan Bahan

Alat    Bahan

Spirometer
Alat pengukur
Stetoskop
    Kapas
Etanol 70%





    Prosedur Percobaan
Proses inspirasi dan ekspirasi
         Diukur rongga dada seorang anggota kelompok menggunakan alar pengukur saat mengalami respirasi (inspirasi dan ekspirasi) normal. Bagian yang diukur merupakan daerah axila dan xiphoid. Diukur pula rongga dada seorang anggota kelompok saat menarik napas dalam (inspirasi maksimum).

Bunyi Pernapasan
      Stetoskop ditempatkan pada berbagai posisi di punggung. Kemudian didengarkan bunyi pernafasan rekan saudara. Lalu, di hitung frekuensi pernafasan (jumlah pernafasan/menit). Dibahas kekuatan serta bunyi pernafasan rekan saudara.
Menentukan perbandingan Volume Tidal (VT),  Volume Ekspirasi Cadangan (VEC), dan Volume Inspirasi Cadangan (VIC)
      Dilakukan inhalasi normal, setelah itu diekshalasikan sekuat-kuatnya di dalam spirometer. Dicatat nilai yang tertera pada spirometer sebagai nilai VT. Setelah itu dilakukan inhalasi normal lalu diekshalasikan sekuat-kuatnya. Dicatat nilai yang tertera pada spirometer sebagai nilai VEC. Setelah itu dilakukan inhalasi sekuat-kuatnya kemudian diekshalasikan sekuat-kuatnya. Dicatat nilai yang tertera pada spirometer sebagai nilai KV. Ditentukan nilai VIC yang diperoleh dari persamaan dan ditentukan perbandingan nilai VT, VEC dan VIC.








    Hasil Pengamatan dan Perhitungan

Proses inspirasi dan ekspirasi

Komponen-komponen yang terlibat dan perubahan yang terjadi pada Proses Ekspirasi dan Inspirasi
Proses    Komponen yang terlibat    Perubahan yang terjadi
Inspirasi    Rongga dada, paru-paru, diafragma    Rongga dada mengembang
Ekspirasi    Rongga dada, paru-paru, diafragma    Rongga dada mengempis

Bagian axila
Pernapasan normal = 102cm
Proses ekspirasi = 98cm
Proses inspirasi = 100cm
Bagian xiphoid
Pernapasan normal = 83cm
Proses ekspirasi = 82cm
Proses inspirasi = 86cm


Bunyi Pernapasan

Salah satu praktikan menguji bunyi pernafasan salah satu praktikan yang lainnya. Ternyata praktikan yang di uji tersebut mendapatkan hasil frekuensi 24 kali/menit.





Menentukan perbandingan Volume Tidal (VT),  Volume Ekspirasi Cadangan (VEC), dan Volume Inspirasi Cadangan (VIC)
      Kel. 1
159cm      Kel. 2
150cm    Kel. 3
155cm       Kel. 4
155cm    Kel.5 (kami) 155cm    Kel. 6 (laki”)
185 cm    Kel. 7
155cm
VT    300    300    450    300    300    300    1280
VEC    700    700    1100    1100    900    2250    1700
KV    2200    1200    2300    1700    1800    3000    3100
VIC    1200    200    750    300    600    750    120
Perbandingan    1:2:4    3:7:2    45:110:75    3:11:3    1:3:2    1:7:1    128:170:12



    Pembahasan

           Pada percobaan inspirasi dan ekspirasi, dilakukan pengukuran rongga dada tepatnya didaerah bagian axila dan xiphoid pada salah satu praktikan, dan diperoleh hasil yang sudah tertera pada data hasil pengamatan. Dari data tersebut didapatkan bahwa ukuran rongga dada saat melakukan proses inspirasi lebih besar dibandingkan saat melakukan proses ekspirasi. Hal itu dikarenakan pada saat melakukan proses inspirasi terjadi kontraksi otot antar tulang rusuk sehingga rongga dada membesar, akibatnya tekanan dalam rongga dada menjadi lebih kecil dari pada tekanan di luar sehingga udara luar yang kaya oksigen dapat masuk, sedangkan pada proses ekspirasi yang terjadi adalah merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot antara tulang rusuk ke posisi semula yang dikuti oleh turunnya tulang rusuk sehingga rongga dada menjadi kecil. Sebagai akibatnya, tekanan di dalam rongga dada menjadi lebih besar dari pada tekanan luar, sehingga udara dalam rongga dada yang kaya akan karbon dioksida keluar. Pada kedua fase tersebut dapat diketahui bahwa saat melakukan proses inspirasi dan ekspirasi terjadi pertukaran gas antara oksigen dan karbondioksida.



Pada percobaan bunyi pernafasan kali ini, jumlah frekuensi yang telah didapat dari praktikan yang diuji adalah sebanyak 24 kali per menit. Sedangkan untuk kekuatan pada bunyi pernafasan tersebut, tidak terlalu kuat dan masih terdengar samar-samar. Hal ini menunjukkan tidak adanya terjadi gangguan atau penyakit pada praktikan yang diuji. Karena pada orang yang menderita penyakit asma, bunyi pernafasan pada pendertita tersebut adalah mengi atau bunyi pernafasannya seperti tersengal-sengal. Sedangkan jumlah frekuensi pernafasannya melebihi jumlah frekuensi normal, yaitu 12-24 kali permenit. Kemungkinan kesalahan saat percobaan ini adalah suasana yang terlalu ramai, sehingga sulit untuk mendengarkan bunyi pernafasan praktikan yang di uji. Sehingga terdapat kesalahan dalam menentukan jumlah frekuensi.

          Pada data pengamatan Menentukan perbandingan Volume Tidal (VT),  Volume Ekspirasi Cadangan (VEC), dan Volume Inspirasi Cadangan (VIC) didapat hasil yang berbeda-beda pada setiap kelompok. Menurut Irman Somatri seharusnya VIC yang di dapat untuk wanita 1900 mL di dalam paru sedangakan untuk laki-laki 3000 mL sedangkan pada hasil pengamatan di dapat kurang dari 1900 mL dan 3000mL. ada yang mendekati dari data pengamatan tersebut yaitu kelompok 1 dengan selisih 700 mL disbanding dengan kelompok lain. Ada beberapa yang bisa mempengaruhi kurangnya VIC yaitu bisa karena suhu di dalam ruangan, bisa karena ragu-ragu saat menghembuskan pada spirometer, bisa karena praktikan sedang kekelahan, bisa karena tubuh sedang tidak fit, dsb. Pada hasil VT, VET dan VIC laki-laki cenderung lebih besar hasilnya dikarenakan pernapasan pada laki-laki lebih tinggi daripada frekuensi pernapasan pada seorang perempuan.





    Kesimpulan
    pernapasan dapat dibedakan atas 2 jenis, yaitu pernapasan luar dan pernapasan dalam.
    Sehubungan dengan organ yang terlibat dalam pemasukkan udara (inspirasi) dan pengeluaran udara (ekspirasi) maka mekanisme pernapasan dibedakan atas dua macam, yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut.
    Bunyi penafasan pada salah satu praktikan yang diuji sudah termasuk normal. Karena frekuensi pernafasan normal pada orang dewasa adalah 12-24 kali/menit.
    Spirometer adalah salah satu metode sederhana yang dapat digunakan untuk mempelajari ventilasi paru, yaitu dengan mencatat volume udara yang masuk dan keluar paru.
    Faktor yang mempengaruhi respirasi diantaranya faktor fisik dan faktor emosi.


    Daftar Pustaka
Lehninger, A.L. 1982. Dasar-Dasar Biokimia. Jilid Satu. Erlangga: Jakarta.
D.A. Pratiwi, 1997.Biologi SMU 2. Cetakan kedua. Erlangga : Jakarta.
Somantri, Irman. 2007. “Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Gangguang Sistem Pencernaan”. Salemba Medika : Jakarta.
Algasaff, H.2005.Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga  University Press.
Syaifudin. 1997. Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat. Jakarta: EGC
Syaifuddin, 2006. Anatomi dan Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta: EGC.
Tabrani. 1996. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta : Hipokrates.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar